Kemanusiaan
yang menjadikan sebuah hirearki kehidupan. Siklus ini akan selalu membuat
permasalahan tak kunjung mendapat solusi. Rajutan benang akan saling tumpang
tindih, kerjasama, dan saling melengkapi untuk membentuk kreasi, inovasi, dan
seni. Mencari apa yang memang dibutuhkan terkadang tidak selaras dengan
mengerjakan apa yang memang bisa dilakukan. Kepentingan itu sedemikian rupa
hingga sampai rumus matematika dan reaksi dalam ilmu kimia belom bisa
memaknainya. Gaya, tekanan dan energi saling berkesinambungan dalam ilmu fisika
untuk merumuskan keseimbangan. Dan agama adalah bentuk taqwa dan iman yang
paling akhir dari dalam sebuah keilmuan manusia.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia memang menjadi output dari dasar – dasar yang dilaksanakan
sebelumnya. Pertimbangan kebijakan bukan sebuah proyek yang didasarkan suatu
kepentingan ataupun kesejahteraan kelompok. Pemikiran, gagasan, ide dan
beberapa wacana selalu diperdebatkan untuk mencari kemenangan tanpa mencari
kesejahteraan. Siklus ini memang butuh
diperbarui, ada yang perlu direvisi, ditata, mencari sejatinya bangsa Indonesia
dengan dasar orang Indonesia bukan mengadopsi sistem mancanegara. Kegiatan
studi banding dengan berbagai negara harus dikaji ulang, atas dasar dan
pencapaian apa studi banding ke luar negeri dilakukan. Kalau hanya kepentingan
individu, kelompok dan proyek kesenangan lebih baik tidak perlu dilaksanakan.
Konsep mengadopsi sistem luar untuk diterapkan di Indonesia kurang tepat
menurut saya karena rentang dengan pengaruh penjajahan, kekuasaan, sudut
pandang, sosial – budaya dan siklus dinamika kehidupan. Cukup dengan “Man
arafa nafsahu waqad arafa Rabbahu” silahkan dikaji dengan dasar negara
Indonesia sudah cukup dalam melakukan studi mengenai pembangunan yang
berkesinambungan bagi bangsa dan negara.
Kehidupan rokok yang sangat mendarah
daging untuk masyarakat semua kalangan memang wajar. Hukum dasar mengenai rokok
tidak diatur dalam pandangan agama Islam, akan tetapi dalam menentukan hukum
beberapa Ulama selalu memperhitungkan sebab – akibat sehingga seluruh keputusan
mengenai rokok dapat maslahat untuk masyarakat. Kebenaran mengenai konsep yang
sekarang terjadi memang memiliki kesempatan untuk diuji sehingga kualitas dari
keputusan dapat dievaluasi. Masyarakat secara tidak langsung menguji akan hukum
merokok dengan berbagai perspektif yang menarik. Akan tetapi semua itu menjadi
hal yang tabu karena dasar pengambilan keputusan merokok sudah jelas.
Permasalahan antara Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dengan PB Djarum merupakan sebuah gambaran
ketidakjelasan program dari pemerintah untuk mencapai kata maslahat bagi
masyarakat. Perspektif berbeda dapat juga diajukan bahwa permasalahan itu
merupakan maslahat bagi pihak berkepentingan sehingga selalu menjadi pro –
kontra mengenai hal itu. Semakin meneruskan tulisan ini rasa pesimis selalu
beredar diantara hati dan pikiran sehingga keseimbangan dalam menuliskan ini
tidak seimbang. Akankah semuanya tertata rapi sehingga menjadi aliran yang
sangat sesuai waktu, kondisi, situasi, tempat dan sasaran. Kemanusiaan
yang adil dan beradab menjadi dikesampingkan karena hanya dengan kerancuan
sistem. Sejarah pelik adalah bentuk siklus, dinamika, kerusuhan, keraguan.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia
(KPAI) sebuah agenda besar untuk mempersiapkan generasi bangsa. Tumpang tindih
dalam sebuah kebijakan seharusnya tidak saling terjadi. Kemampuan, integritas,
inteleqtual, tidak untuk memberikan sebuah individualisme, hedonisme,
idealisme, materialisme. Kebijakan itu harus berkesinambungan dalam seluruh
program kerja, sehingga tidak selalu membicarakan hal – hal yang seperti itu
saja. Pemikiran – pemikiran sesederhana ini selalu tidak menjadi acuan, dasar,
dan muara karena selalu dirasa tidak relevan dalam perkembangan zaman.
Perkembangan zaman memang menjadikan perubahan, akan tetapi kultur budaya
sosial harus tetap dipertahankan apalagi sistem yang dirumuskan oleh pendiri
bangsa, itulah yang menjadi dasar, acuan, dan muara dari bangsa Indonesia.
Konflik antara PB Djarum dengan KPAI
merupakan sebuah konflik struktural dan horizontal. Masyarakat tidak perlu
diajari dengan budaya politik, pendidikan politik, sosial – budaya politik
karena masyarakat itu sudah katham dengan itu semua. Pihak yang diatas perlu
diajari dengan rasa toleransi, tenggang rasa, saling menghargai, saling
menguntungkan, tujuan rakyat bukan mengatasnamakan rakyat. Permasalahan ini ditakutkan hanya menjadi batu pijakan
untuk rekayasa belaka sehingga kasus seperti Pemindahan Ibu Kota, atau
sebagainya. Karena kekuasaan, rezim, dan penguasa itu banyak menggunakan teori
– teori yang bukan asli dari Indonesia melainkan adopsi dari luar. Mengapa
didalam sebuah kendaraan ada filter, didalam sistem tubuh ada filtrasi agar
menjalankan sebuah sistem itu seimbang dan berkesinambungan, konsisten pada
sunnatullah, qada dan qadar. Cobalah kembali dalam ranah dinama subjek dan
objek suatu permasalahan itu jelas jangan dirancukan, disamarkan, digelapkan,
ditutupi. Cobalah berpikir sebagai negarawan yang dibutuhkan oleh negara dalam
menghadapi permasalahan yang pelik. Cobalah menggunakan solusi untuk oleh dari
rakyat, jangan hanya mengatasnamakan rakyat. Cobalah seimbang dalam menyuarakan
suatu visi misi dengan fakta lapangan. Jangan hanya pintar dalam melakukan
pembelaan dengan berbagai argumen dan alasan yang menurut masyarakat itu suatu
hal yang basi.
Berembuglah, berkesinambunganlah,
bertoleransilah, bekerjasamalah, berkemanusiaan yang adil dan beradablah,
bergotong – royonglah. Sesama lembaga, instansi, ormas ataupun sebagainya tidak
seharusnya saling menjatuhkan hanya untuk mendapatkan sebuah kesempatan,
kemampuan, keyakinan, dan pengakuan. Siklus ini harus direvolusi oleh pihak
yang terkait didalamnya, sehingga tumbuh sendiri rasa yang pernah dididikkan
pendahulu. Akan ada solusi yang sesuai dengan permasalahan. Sertakan, libatkan,
gandeng Allah swt nabi Muhammad saw dalam menyelesaikan permasalahan. Jangan
sampai ada anggapan dimasyarakat bahwa kaum inteleqtual itu spiritualnya
rendah, itu merupakan kecamanan buruh bagi pendidikan di Indonesia. Berpikir
negarawan untuk pihak yang mengalami suatu konflik, semoga Allah swt selalu
meridhai dan membimbing dalam mencari solusi. Dasarnya yaitu ayat Al – Insyiroh
ayat 6 “inna ma’al-‘usri yusroo” artinya “sesungguhnya bersama kesulitan ada
kemudahan”. Mengenai tafsir dan tadabbur yang akan dipelajari semakin luas
karena perlu ilmu pengetahuan yang cukup sehingga dalam memahaminya menuju
kebenaran untuk kebaikan serta kemesraan.
Benar dalam kebudayaan jawa itu
belom baik. Kebenaranmu belom tentu benar menurut orang lain, sehingga jangan
selalu memperdebatkan kebaikan akan tetapi mari bersama mencari kebenaran dan
menikmatinya. “Bener lan pener ... “ mengandung arti bahwa benar itu belom tentu
pener, sedangkan pener itu sudah tentu benar. Kebenaran kita belom tentu
menjadi output yang baik bagi orang lain, sehingga yang akan kita sampaikan
adalah memang yang pener sehingga kemesraan itu akan ternikmati. Begitupun
dengan berbagai kasus didalam negara Indonesia. Pelajari kembali mengenai
peradaban Jawa yang berhasil mengalahkan Mongolia pada zamannya.
Baca Juga : Kristalisasi Pendidikan Indonesia
Comments
Post a Comment